Senin, 09 Februari 2009

Harga rumah diduga melemah, Tahun ini momentum bagi broker

Investor yang biasa mengoleksi properti disarankan menahan pembelian hingga kuartal kedua tahun ini, karena harga rumah menengah dan mewah sekunder di Jakarta dan sekitarnya diperkirakan menurun.

 

Presiden Direktur ERA Indonesia Darmadi Darmawangsa mengatakan harga perumahan primer atau baru saat ini masih stagnan dan akan tetap stabil hingga akhir tahun ini, sedangkan harga rumah sekunder akan turun karena banyak penghuni yang menjual untuk berbagai kepentingan.

 

"Beberapa individu di kawasan Bintaro dan Serpong yang butuh uang akan menjual rumahnya. Sekarang pembeli dan penjual sama-sama menahan, tetapi setelah kuartal pertama kondisinya akan berbeda, pasokan rumah sekunder akan meningkat," katanya kepada Bisnis, kemarin.

 

Pada awal tahun ini, kata dia, pasokan dan permintaan rumah sekunder masih stabil, sehingga tidak terlalu memengaruhi harga jual. Investor yang biasa berburu produk properti masih menunggu harga yang lebih baik hingga beberapa bulan ke depan.

 

Sejumlah penghuni dari kalangan politikus yang memiliki rumah kedua atau ketiga juga diperkirakan menjual rumahnya untuk kebutuhan pelaksanaan Pemilu 2009. Beberapa pengusaha nasional yang merugi akibat krisis keuangan global juga berencana menjual aset-aset perumahannya.

 

"Ada beberapa pengusaha sudah menghubungi tim marketing ERA dan meminta dijualkan rumahnya," katanya.

 

Momentum baik

 

Darmadi mengatakan tahun ini merupakan momentum yang baik untuk broker properti karena transaksi penjualan rumah sekunder tetap akan tumbuh, meskipun industri properti sedang melesu.

 

Di sisi lain, tahun ini pasokan rumah baru di Jakarta dan sekitarnya akan minim. Jika permintaan rumah dari kalangan pengguna akhir meningkat, mereka akan ikut berburu rumah sekunder. Kondisi ini dapat memengaruhi harga di pasar sekunder, sehingga penurunan harga juga dapat tertolong.

 

Harga perumahan dengan transaksi tinggi berkisar Rp300 juta-Rp2 miliar per unit. Potensi transaksi properti sekunder di Indonesia mencapai Rp100 triliun per tahun, tetapi baru sekitar 30% yang terdata dengan baik karena dilakukan melalui broker resmi.

 

Ketua Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI) Tirta Setiawan mengatakan hancurnya kredit perumahan di Amerika Serikat menyebabkan perubahan sikap investor di Tanah Air, terutama yang merugi akibat investasi di saham dan pasar modal.

 

Beberapa investor yang masih memiliki dana tunai dan sebelumnya jarang bermain di properti sekarang mulai melirik bisnis ini.

 

Namun, kata dia, investor yang biasa bermain pada produk properti dan tidak memiliki investasi saham, masih memilih menunggu hingga harga properti mengalami penurunan akibat krisis ekonomi.

 

Tirta mengatakan untuk konsumen pengguna akhir, faktor suku bunga masih menjadi penentu pembelian properti sekunder. Apalagi beberapa bulan lalu perbankan memberlakukan suku bunga kredit tinggi dan terbatasnya likuiditas.

 

Menurut Tirta, meski saat ini perbankan telah menurunkan suku bunga acuan (BI Rate), konsumen masih kesulitan memperoleh kredit.

 

Tirta mengakui suku bunga perbankan akan menolong daya beli konsumen dan penurunan suku bunga pada 2007-2008 menjadikan pasar properti sekunder tetap hidup, meskipun saat itu harga properti naik.

 

Handa Sulaiman, Executive Partner PT Cushman & Wakefield Indonesia, mengemukakan untuk investasi jangka panjang, pada tahun ini merupakan momentum yang tepat untuk menyimpan dana di properti karena harga masih stabil. Rumah atau apartemen sebaiknya dipilih pada lokasi yang strategis dan punya aksesibilitas baik, agar kenaikan harganya melebihi inflasi.

 

"Tetapi jika masih membutuhkan dana tunai untuk satu atau dua tahun ke depan, jangan pilih properti dulu," ujarnya.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar