Rabu, 18 Februari 2009

Bisnis Properti Menjanjikan

SURABAYA - Bisnis di sektor properti masih prospektif. Walau kini daya beli masyarakat turun akibat pengaruh krisis keuangan global sejak Oktober 2008. Tetapi, kemungkinan harga properti tidak akan turun tajam. Ini karena permintaan terhadap salah satu kebutuhan pokok ini masih sangat tinggi.

 

"Bahkan, penurunan suku bunga bank yang terjadi terus-menerus bisa menjadi peluang bagi properti yang dijual secara kredit,'' kata CEO Grup Lippo, James T. Riady, pada seminar dalam rangka peringatan HUT Real Estate Indonesia (REI) di ballroom Hotel JW Marriott Surabaya, Selasa (17/2) malam.

 

James menerangkan, kemungkinan dua sampai tiga tahun mendatang harga properti masih akan stabil. Jika belajar dari pengalaman krisis moneter tahun 1998, baru sekitar dua tahun pascakrisis akan terjadi booming di sektor perumahan.

 

''Permintaan pun juga akan naik signifikan. Ini karena kebutuhan telah menjadi bola salju. Penundaan pembelian banyak pihak mengakibatkan hal tersebut terakumulasi menjadi besar di waktu-waktu selanjutnya. Ini karena kebutuhan perumahan adalah sesuatu yag bersifat dasar,'' jelasnya.

 

Tetapi, menurut dia, sektor perumahan ini juga sangat bergantung pada kondisi perekonomian global, khususnya di sektor moneter. Karena itu, lanjut dia, pemerintah harus lebih banyak memperhatikan instrumen dan kebijakan moneter. "Instrumen fiskal memang juga perlu diperhatikan. Namun, instrumen moneter harus diutamakan karena lebih penting dan powerfull," katanya.

 

Menurut James, dari tujuh kali siklus krisis di dunia selalu terkait dengan kesalahan yang dibuat dalam penentuan kebijakan moneter. Melihat ini, sebaiknya Indonesia mencotoh negara maju dengan terus menekan suku bunganya. Pasalnya, saat ini ekonomi semakin terseret krisis global karena tingginya inflasi. Bahkan bila tidak segera ditangani sekarang, dipastikan 2-3 tahun ke depan inflasi bisa tidak terkendali. ''Jika inflasi tinggi kebutuhan rumah akan semakin sulit terpenuhi,'' jelasnya.

 

Dia mencontohkan salah satu pengaruh besar kebijakan yang dibuat BI terhadap sektor moneter, bahkan perekonomian makro. ''Sebelum krisis BI memakai SBI untuk meminjam uang dari pasar, dana yang terkumpul digunakan untuk membeli dolar Amerika Serikat (AS). Melihat kondisi seperti itu pasar meminjam dolar AS dengan yield yang lebih rendah dan membeli SBI untuk mendapat bunga yang lebih besar. Karena itulah dolar banyak masuk ke Indonesia dan semuanya menjadi lancar,'' jelasnya

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar